KOL vs INFLUENCER

Kenapa rajin bikin konten sering disalahartikan jadi cari panggung? Kenapa tiap langkah kecil dalam membangun personal brand langsung diasumsikan sebagai “main Instagram demi validasi”?

5/23/20252 min read

Dianggap KOL Karena Rajin Ngonten? Ini Literasi Brand yang Perlu Kamu Tahu

Di Medan (dan banyak kota lainnya juga), ada satu fenomena yang mulai sering terdengar:

“Baru rajin ngonten, udah dibilang KOL.”
“Baru sekali endorse, langsung dicap influencer.”

Lucu? Mungkin. Tapi kalau dilihat dari sisi branding, ini justru menarik.

Kenapa rajin bikin konten sering disalahartikan jadi cari panggung?
Kenapa tiap langkah kecil dalam membangun personal brand langsung diasumsikan sebagai “main Instagram demi validasi”?

Ini bukan cuma soal persepsi — ini soal literasi.

Bikin Konten Bukan Cari Panggung, Tapi Bangun Nilai

Banyak orang belum paham bahwa konten itu bagian dari strategi komunikasi brand pribadi.
Bukan semata-mata buat viral. Bukan juga demi popularitas. Tapi untuk menyampaikan nilai, membangun persepsi, dan menciptakan koneksi.

Ketika seseorang mulai rutin berbagi insight, cerita, atau pengalaman — itu adalah langkah sadar membangun positioning.
Dan positioning yang kuat adalah fondasi dari brand yang kuat.

Apa Itu KOL dan Influencer, Sebenarnya?

Mari kita luruskan:

  • KOL (Key Opinion Leader): adalah seseorang yang dipercaya di bidang tertentu, punya pengaruh karena value dan voice-nya. Dia nggak selalu populer, tapi selalu punya kredibilitas.

  • Influencer: adalah seseorang yang punya kemampuan memengaruhi opini atau perilaku audiens karena kontennya — baik dari sisi jumlah (reach) maupun kedekatan (engagement).

Jadi, bukan jumlah follower yang bikin seseorang jadi KOL atau influencer.
Tapi kekonsistenan menyampaikan nilai, membangun kepercayaan, dan menyampaikan pesan dengan cara yang relevan.

Medan Butuh Lebih Banyak Kreator Berkualitas

Kalau kamu dari Medan dan mulai rajin bikin konten, lalu disebut “influencer padahal baru mulai,” anggap itu bukan hinaan, tapi indikator bahwa branding-mu mulai terlihat.

Justru Medan (dan daerah lainnya) butuh lebih banyak orang yang berani tampil bukan untuk pamer, tapi untuk menyuarakan gagasan dan kontribusi.

Karena hari ini, yang kamu bangun bukan cuma audiens — tapi persepsi, positioning, dan kredibilitas.

Penutup: Branding Itu Investasi, Bukan Gimmick

Personal branding itu bukan soal seberapa cepat kamu dikenal. Tapi seberapa kuat kamu dikenal dengan nilai yang tepat.
Kalau kamu konsisten, berproses, dan tahu cara membingkai pesan dengan relevan, kepercayaan akan datang — perlahan tapi pasti.

Butuh arahan lebih jelas soal strategi personal brand kamu?
Saya terbuka untuk diskusi lebih lanjut.
Kalau kamu merasa sudah waktunya membangun branding yang lebih dalam dan strategis, kita bisa ngobrol bareng.
Silakan kirim pesan atau jadwalkan sesi konsultasi — karena brand kamu pantas untuk dipetakan dengan tepat.